Selasa, 20 November 2012


SUKA DUKA GURU SEKOLAH LUAR BIASA

Mengajar anak berkebutuhan kuhuss bukan perkara yang mudah. Diperlukan pendidikan dan keterampilan khusus agar dapat menangani mereka. Namun selain pendidikan dan keterampilan khusus, diperlukan juga yang namanya “Ketulusan, kesabaran, dan rasa mengasihi”.

Uning Taufiqi seorang guru honor Sekolah Luar Biasa di Kota Pontianak yang hampir satu tahanu mengajar anak berkebutuhan khusus ini berbagi pengalamannya sebagai guru yang mengajar kelas B atau anak-anak yang tuna rungu. Ia mengajar keterampilan kepada anak-anak berkebutuhan khusus ini seperti mengajar memasak,menjahit, dan lain sebagainya.

Uning Taufiqi menceritakan bahwa latar pendidikannya bukanlah dari jurusan SLB tetapi jurusan Umum. Sebelum ia mengajar di SLB, ia sempat mengajar di sekolah umum beberapa tahun. Bagi dirinya gaji yang didapatkan sangat kecil berbanding usaha yang ia tekuni yaitu berwirausaha. Namun karena merasa terpanggil dan merasa sangat diperlukan oleh anak berkebutuhan khusus, dan sangat puas melihat anak berkebutuhan khusus bisa mandiri. Maka ia putuskan untuk mengajar di SLB.

“Kalau disekolah umum itu ya seperti pada umumnya, bisa dibilang tidak punya keistimewaan kita disana, banyak-banyak guru lain. Kalau disini kita betul-betul diperlukan oleh anak-anak untuk membuat mereka mandiri terutamanya. Kalau dukanya, karena memang saya dari dulu umum jadi komunikasinya masih agak kurang dan itu memang mungkin perlu waktu saya bisa memahami betul-betul apa yang dimau mereka.” Ujarnya saat ditanya perbedaan mengajar di sekolah umum dengan SLB.


Uning mengakui sebelum mengajar di SLB ia tidak mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Tetapi berdasarkan niat tulus dan tekad yang kuat, pelatihan untuk menangani anak berkebutuhan khusus ia dapatkan melalui internet.

Diceritakannya anak yang tuna wicara dan tuna rungu ini secara akal mereka sempurna tetapi komunikasinya sangat kurang. Sehingga informasi yang didapatkan anak sangat kurang. Jadi sebagai guru harus banyak berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus agar dapat memberikan informasi yang seharusnya didapatkan oleh anak. Tetapi Uning tidak menafikan bahwa dia juga mendapatkan pelatihan yang diselenggarakn oleh dinas pendidikan, sekolah maupun dari pemerintah pusat.

Kata Uning : “Kami harus banyak dengan mereka itu sebenarnya ngobrol, berbicara, masukan kata-kata jadi biar mereka itu paham kalau misalnya garam rasanya asin. Kadang mereka ada yang belum tau,karena pernah merasa tapi tidak tau namanya itu garam. Itu bikin kita semakin semangat untuk belajar dan berkomunikasi dengan mereka”.

Menurut Uning, anak berkebutuhan khusus ini lebih tertarik pada pelajaran keterampilan dari pada teori. Karena sebenarnya yang diperlukan mereka adalah keterampilan untuk kemandarian mereka sendiri. Praktek lebih mereka perlukan ketimbang teori.

Uning berbagi tips bagi yang ingin mengajar di SLB yaitu harus ada panggilan hati. Apabila tidak ada panggilan hati mungkin tak akan ada cinta, tak akan ada sepenuh hati mengajar anak,dan penerimaan anak-anak kurang, karena kurang mencintai. Untuk mengajar di SLB harus benar-benar da keyakinan kalau dia itu terpanggil untuk mengajar di SLB, sabar dan punya ketertarikan minat untuk membantu anak yang berkebutuhan khusus serta jangan ada jarak dengan anak-anak. Kadang Uning juga berkirim pesan singkat dengan anak didiknya. Hal itu dilakukan agar sang anak mendapatkan kosa-kata baru.

Sementara itu Sulastri yang juga guru di SLB ini mempunyai latar belakang pendidikan khusus SLB di Universitas 11 Maret . Sejak dari SMA, ia memang mempunyai cita-cita untuk menjadi guru di SLB. Sulastri mengajar di SLB sejak 14 tahun yang lalu. Mengajar di kelas C atau Tuna Grahita yaitu individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan..

Sulastri berbagi pengalaman suka dukanya menjadi guru di SLB yaitu ketika mengajar tetap tidak bisa diterima anak didiknya, hal itu membuatnya sebagai guru merasa sedih. Sementara sukanya walaupun kemajuan sang anak hanya sedikit tapi itulah kemajuan yang paling terbesar.

Senada dengan Uning Taufiqi, untuk mengajar anak berkebutuhan khusus ini diperlukan juga panggilan hati. Selain itu Sabar, Ikhlas dan harus mengerti karakter anak seperti apa.

Menyelaraskan Pola Makan & Tipe Perilaku Anak Autis

EmailCetakPDF
By Republika Newsroom
JAKARTA--Anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme cenderung memiliki alergi terhadap makanan. Perhatian orangtua terhadap pola makan  sangat diperlukan. Pasalnya, asupan makanan akan mempengaruhi tingkah laku anak.

Konsultan Anak berkebutuhan Khusus dari yayasan Medical Exercise Theraphy, Tri Gunadi mengatakan, hal pertama yang dilakukan orang tua sebelum menerapkan pola makan terhadap anak autis adalah mengetahui tipe dari perilaku anak, apakah termasuk ke dalam tipe Seeking Defensiveness (mencari) atau Bahavior Defensiveness (menghindar).

Pada tipe mencari, anak cenderung memiliki nafsu makan yang  besar dan senang mengunyah. Anak pada tipe ini memiliki kemungkinan terkena obesitas atau kelebihan barat badan. Berbeda dengan tipe mencari, tipe anak menghindar memiliki nafsu makan yang kecil bahkan cenderung menghindar dari makanan yang masuk melalui mulut.Selain itu, anak tipe ini tidak senang mengunyah. Artinya, anak langsung menelan makanan tanpa mengunyah terlebih dahulu.

"Hal ini penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan terapi yang akan dijalankan si anak," tuturnya disela perkenalan acara London School Care Autisme yang digagas STIKOM LSPR yang berlangsung di Jakarta, Kamis (12/11).

Lebih jauh dia menjelaskan, bila sudah diketahui tipe si anak, langkah lanjutan yang diperlukan adalah memberikan pola makan yang tepat. Pada anak bertipe mencari, anak harus diberikan makanan bertekstur dan berpola. Maksudnya berpola, anak bertipe pencari dikenalkan dahulu makanan yang memerlukan proses mengunyah lebih lama baru diperkenalkan pada makanan bertekstur lembut. Dengan harapan, anak akan mudah kenyang hingga menghindarkan diri dari obesitas.

Pada anak bertipe menghindar dilakukan dengan pola terbalik. Anak harus diberikan makanan bertekstur halus terlebih dahulu sebelum diberikan makanan bertekstur kasar. Pasalnya, anak pada tipe menghindar begitu sensitif terhadap makanan. Bila tidak ditangani dengan baik berpotensi besar mengalami gizi buruk.

"Perlu disadari, seberapapun orang tua memiliki kemampuan finansial yang baik, pemenuhan kebutuhan gizi pada anak autis belum tentu sempurna," tegasnya.

Dia juga menggarisbawahi, anak dengan gangguan autis umumnya pada saat makan dipengaruhi dua hal yakni benda dan logo. Pada anak-anak autis begitu tertarik dengan apa yang dilihatnya. Misalnya, ketika anak melihat mie sebagai hal menarik maka dia akan mengkonsumsi mie terus menerus atau mungkin ketika dia melihat menu mie pada iklan yang dia lihat ditelevisi juga akan memberikan dampak yang sama. "Sebab itu, kecerdasan orang tua dalam memasukan konsep makanan akan berpengaruh terhadap pola makan si anak," tegasnya.

Metabolisme Berbeda


Usai mengetahui tipe anak, orang tua juga harus memahami bahwa anak dengan gangguan autis memiliki metabolisme yang berbeda dengan anak normal. Metabolisme yang berbeda disebabkan kelainan pencernaan yang ditemukan adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus.

Kelainan lain terletak pada kesulitan memproses protein karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut “peptide”. Peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah. 

Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urine dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak. Akibat dari itu, peptide akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku.

Sebabnya, anak pada gangguan autis harus menghindari makanan yang terklasifikasi menjadi dua yaitu Kasein (protein dari susu) dan Gluten (protein dari gandum). Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu timbulnya gejala. 

Pada anak dengan gangguan autis, kedua zat ini yang sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Kadar morfin yang tinggi menyebakan anak menjadi lebih aktif, bahkan layaknya zat morfin pada narkotika dan obat-obatan terlarang akan berimbas pada kebalnya anak dari rasa sakit. "ini yang berbahaya, anak-anak bisa membahayakan dirinya karena adanya morfin," tukas Tri.

Meski demikian, tambahnya, bukan berati pemberian asupan makanan pada penderita autis menjadi sulit. Menurut Tri, orang tua tinggal menggantikan sumber makanan yang mengandung kasein dan gluten dengan bahan-bahan yang aman dari kedua zat tersebut. Contoh sederhana, ganti susu sapi dengan susu kedelai. 

Oleh karena itu,Tri menyarankan orang tua untuk tidak terlalu khawatir anak-anak mereka tidak mendapatkan gizi yang lengkap. Tri justru meminta para orang tua untuk lebih aktif mencari informasi terkait asupan makanan yang tepat bagi si anak.

Peran Orangtua

Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, rata-rata menyimpulkan orang tua merupakan faktor penyembuh paling mujarab. Pasalnya, keterikatan batin terhadap anak tak akan tergantikan dengan apapun. "Rasa sayang orang tua merupakan obat penyembuh bagi anak-anak ini," tukasnya.

Tri Gunadi merupakan salah satu orang tua yang dianugerahi anak-anak "istimewa". Anaknya yang bernama Enrico (7 tahun) telah mendertita gangguan autis pada usia 8 bulan.  Dirinya sempat merasa terkejut, bukan karena malu tapi lantaran dirinya adalah seorang konsultan autisme.

Pada akhirnya, dia menerima anugerah tersebut dengan lapang dada. Usai mengetahui anaknya menderita autis, dia lakukan pemeriksaan terhadap anak. Mulai dari ujung rambut hingga bagian dalam tubuh Enrico. 

Selama 18 bulan dia melakukan tes demi mendapatkan penyembuhan tepat bagi si anak. Enrico merupakan anak yang telat belajar bicara. Dengan perjuangan yang keras, Tri usahakan agar si anak belajar berbicara. Usahanya pun tak sia-sia lantaran si anak akhirnya mampu belajar bicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar. Dia pun memutuskan untuk mengenalkan bahasa inggris pada Enrico pada usia 4.5 tahun. Hasilnya, Enrico sudah mahir bertutur bahasa inggris.

Menurut Enrico, anak-anak autis dengan peran dan kasih sayang orang tua bisa berprestasi layaknya anak-anak normal. Hanya saja, orang tua harus ekstra sabar dan menunjukan kasih sayang yang lebih untuk si anak. Dengan kasih sayang itu, anak seolah dilindungi dan didukung. Terlebih saat anak sudah mencapai taraf remaja, dukungan orang tua menjadi penting.

Memasuki usia remaja, lingkungan merupakan tantangan bagi anak dengan gangguan autis. Bukan tanpa sebab, anak sering merasa frustasi bila merasa berbeda dengan anak-anak sebayanya yang normal. Maka dari itu, saran Tri, orang tua sudah harus mulai memberikan pengertian kepada si anak atas anugerah yang dimilikinya

Mengenal Anak Hiperaktif Sejak Dini February 20, 2008

Filed under: pendidikan,Resensi Buku — aaxu @ 11:37 am 
cover-buku-anak-hiperaktif.jpg
Oleh: Qurroti A’yun*) 
Judul : Anak Hiperaktif: Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Konsentrasi
Penulis : Ferdinand Zaviera
Penerbit : Ar-Ruzz Media – Yogyakarta
Cetakan I : Juni 2007
Tebal : 184 halaman
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya lahir dengan selamat dan normal, baik secara fisik, perilaku maupun mental. 
Namun, bagaimana jadinya jika pada kenyataannya bahwa anak mereka harus mengalami ketidaknormalan. 
Tidak mudah ketika orang tua harus berhadapan dengan kondisi anak yang seperti ini. Lazimnya seperti halnya gejala autis dan hiperaktif yang sering terjadi pada anak-anak.
Gejala autis dan hiperaktif adalah termasuk gangguan yang disebabkan oleh perkembangan otaknya yang tidak normal. Sehingga membuat pertumbuhan sang anak menjadi tidak biasa. Pada awalnya gangguan seperti ini tidak tampak pada usia batita, baru dapat dipastikan saat menjelang masuk sekolah atau di atas usia 4 atau 5 tahun.
Akan tetapi, tidak semua perhitungan umur seperti ini bisa dijadikan sebagai patokan yang pasti. Karena batasan usia terkena gangguan semacam ini memang bervariasi. Bisa jadi seorang anak justru mengalami gangguan ini pada usia batita. Oleh karena itu orang tua harus selalu waspada dalam menghadapi setiap perkembangan anaknya.
Untuk itu, sepatutnyalah orang tua memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gejala gangguan-gangguan yang rawan terjadi pada anak-anak tersebut. Berdasarkan yang demikian itu- sebelum hal-hal tersebut terlanjur terjadi- alangkah baiknya jika anda para orang tua untuk membekali diri salah satunya dengan membaca buku “Anak Hiperaktif; Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Konsentrasi” karya Ferdinand Zaviera, pria keturunan Jawa-Inggris ini.
Setelah lulus dari salah satu Perguruan Tinggi yang ada di Yogyakarta tahun 2003, penulis belajar mengembangkan diri dengan mengikuti berbagai pelatihan dan kemudian terjun ke dunia anak-anak. Kecintaannya kepada anak-anak mendorong dia untuk menulis buku ini. Ditambah beberapa naskah variatif lainnya yang masih tentang seputar dunia anak-anak.
Lewat buku ini orang tua akan diantarkan untuk dapat memahami dan mengerti bagaimana hiperaktif dan gangguan konsentrasi itu, serta bagaimana cara menghadapinya. Sehingga bila anaknya menampakkan gangguan seperti ini, orang tua bisa langsung tanggap dan memberikan langkah-langkah yang tepat dan benar.
Selama ini masih banyak orang tua yang tidak faham akan gejala-gejala gangguan tersebut. Sampai-sampai melakukan kesalahan dalam menilai perkembangan anak. Misalnya, terburu-buru melabeli (menjuluki) anaknya sebagai anak yang nakalyang suka bikin onar. Sikap yang keliru seperti inilah yang hanya akan menambah parah perkembangan jiwa dan juga bahkan fisiknya. Padahal, segala perilaku anak yang mengalami gangguan tersebut bukanlah keinginan sang anak. Tetapi karena memang ada gangguan pada saraf dan otaknya.
Sekilas memang sulit untuk membedakan mana anak yang termasuk mengalami gangguan, dan mana anak yang tidak termasuk mengalami gangguan. Pada dasarnya balita yang aktif adalah wajar, karena inilah usia di mana anak sedang giat-giatnya mengeksplorasi lingkungannya. “Dalam rentang usia itu balita berada dalam fase otonomi atau mencari rasa puas melalui aktivitas geraknya. Tapi lain halnya kalau ia terlalu aktif atau malah hiperaktif, maka tentu saja ini tidak wajar” tegas dr. Dwijo Saputro, psikiater anak dan pimpinan “SmartKid”, klinik perkembangan anak dan kesulitan belajar di Jakarta.
Tapi sekarang, dengan hadirnya buku “Anak Hiperaktif; Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Konsentrasi” ini, orang tua tidak perlu cemas mengalami kesulitan lagi untuk mengenal anak hiperaktif sejak dini. Secara umum dapat diamati bahwa cirri-ciri anak hiperaktif adalah anak yang cenderung selalu mengganggu  teman, tidak bisa diam, kemampuan akademik tidak optimal, kecerobohan dalam hubungan sosial, sikap melanggar tata tertib secara implusif, serta mengalami kesulitan konsentrasi dalam belajar. Kemungkinan cirri-ciri perilaku seperti ni akan mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa jika tidak segera diobati.
Gangguan hiperaktif ini secara luas di masyarakat dikenal sebagai turunan dari “Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)”. Apabila gangguan ADHD/hiperaktif ini tidak diobati, maka pada akhirnya akan menimbulkan hambatan penyesuaian perilaku sosial dan kemampuan akademik di lingkungan rumah dan sekolah. Akibatnya perkembangan anak menjadi tidak tidak optimal dengan timbulnya gangguan perilaku dikemudian hari.
Untuk itu, buku ini sangat cocok dan penting untuk dijadikan sebagai buku panduan bagi orang tua agar dapat mengenali lebih dini gangguan-gangguan semacam itu. Karena pada dasarnya penanganan anak penderita hiperaktif (ADHD) dalam bentuk terapi perilaku atau obat tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika tidak ditunjang oleh sikap kedua orang tuanya. Sikap kasih sayang dan perhatian yang cukup, serta mampu memahami kondisi si anak berdasarkan gangguan yang ia alami.

Minggu, 18 November 2012

tanda-tanda bayi autis


Tanda-tanda Bayi Autis yang Perlu Diketahui Orangtua

EmailCetakPDF
Putro Agus Harnowo - detikHealth
 
Jakarta, Jumlah anak yang mengalami autisme mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Maka anak-anak sebaiknya diperiksa ke dokter anak sejak usia 18 dan 24 bulan untuk mengetahui gejala autisme. Penanganan sejak dini akan lebih baik bagi masa depan bayi.

Tanda-tanda peringatan dini untuk melihat kemampuan sosial dan komunikasi anak dapat diketahui dengan mudah oleh dokter anak. Tapi yang lebih penting, orangtua juga perlu memahami bagaimana tanda-tanda anak mengidap autisme. Risiko sang anak mengidap autisme semakin besar jika saudaranya mengidap autisme.

Sejak bayi menginjak usia 1 tahun, periksalah kondisi sosial dan emosionalnya. Biasanya, bayi berusia 6 bulan sudah bisa tersenyum kembali ketika diajak bercanda. Terkadang bayi tidak mengalami autisme, tetapi mengalami keterlambatan perkembangan yang juga sebaiknya dideteksi sejak dini.

Untuk mendeteksi adanya gangguan perkembangan mental, bayi berusia 9, 18, 24 dan 30 bulan sebaiknya diperiksa ke dokter anak. Dokter akan segera membantu jika ada kekhawatiran mengenai gangguan perkembangan anak atau jika ternyata hasil pemeriksaan autisme positif.

Bayi di bawah umur 3 tahun yang didiagnosis autisme harus dirujuk ke program intervensi dini, sedangkan anak yang lebih tua bisa mendapat penanganan khusus.

Seperti dilansir parenting.com, Senin (2/4/2012), tanda-tanda autisme pada bayi yang perlu diperhatikan orangtua adalah:

Usia 3 bulan: Bayi tidak tersenyum ketika diajak tersenyum atau berbicara
Usia 8 bulan: Bayi tidak ikut menatap mata ketika dipandang
Usia 10 sampai 12 bulan: Bayi tidak melihat arah yang ditunjuk kemudian bereaksi menatap balik orang di hadapannya

Berikut adalah tanda-tanda autisme pada bayi yang sering digunakan dokter. Jangan panik jika bayi menunjukkan salah satu atau dua gejala berikut, tapi konsultasikan dengan dokter anak jika melihat salah satu dari tanda berikut:

Usia 2 sampai 3 bulan, bayi tidak sering melakukan kontak mata
Usia 3 bulan, bayi tidak tersenyum ketika diajak bercanda atau mendengar suara pengasuhnya
Usia 6 bulan, bayi tidak tertawa atau membuat ekspresi gembira lainnya
Usia sekitar 8 bulan, bayi tidak mengikuti pandangan mata ketika orang yang menatapnya memalingkan muka ke benda lain
Usia 9 bulan, bayi belum mulai mengoceh
Usia 1 tahun, bayi tidak konsisten menoleh ketika namanya dipanggil
Usia 1 tahun, bayi nampak tidak peduli terhadap vokalisasi, yaitu kurang merespon saat namanya dipanggil. Namun memiliki kepekaan yang tajam terhadap suara lingkungan di sekitarnya
Usia 1 tahun, bayi tidak terlibat dalam vokalisasi namanya bersama pengasuh
Usia 1 tahun, bayi belum dapat melambaikan tangan seolah-olah mengucapkan selamat tinggal
Usia 1 tahun, bayi tidak dapat mengikuti atau melihat ke arah yang ditunjuk
Usia 16 bulan, bayi tidak berkata-kata
Usia 18 bulan, bayi tidak nampak memiliki hal-hal yang menarik minatnya
Usia 24 bulan, bayi tidak bisa mengucapkan dua kata yang memiliki arti
Setiap saat, bayi nampak kehilangan salah satu keterampilan yang sebelumnya pernah dikuasai.


TERAPI PIJAT
UNTUK ANAK AUTISME
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Rehabilitasi Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen pengampu : Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes





Di susun oleh:
Septi Pambudi Arti
(K5112064)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012/2013



DAFTAR ISI

HALAMAN  JUDUL........................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
GARIS BESAR ISI ARTIKEL........................................................................... 1
TELAAH ARTIKEL............................................................................................ 2
KESIMPULAN............................................................................................... .... 5
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... ... 6
LAMPIRAN......................................................................................................... 7


GARIS BESAR ISI ARTIKEL

Selain pengobatan medis, banyak juga orangtua yang menempuh jalur alternatif terapi pijat untuk menyembuhkan anaknya yang menderita autisme. Terapi pijat sudah cukup terkenal di kalangan masyarakat untuk terapi alternatif anak autisme, meski tak banyak bukti yang menyebutkan terapi ini bermanfaat. Sebenarnya pijat bukanlah hal yang aneh, pada bayi pijat sangat dianjurkan karena bermanfaat untuk merangsang sistem kerja saraf. Gangguan spektrum autisme adalah kelompok gangguan perkembangan yang memiliki tingkatan berbeda yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, bersosialisasi dan membangun hubungan. Para peneliti mengatakan beberapa studi menunjukan adanya beberapa adanya manfaat dari terapi pijat, misalnya dalam keterampilan bahasa dan sosial tetapi jumlah sampel pasien yang tidak banyak dan masalah lain membuat hasil studi itu belum bisa dipercaya.
Secara umum, pijat atau "sentuhan" diperkirakan memiliki manfaat secara fisik dan emosional. Bagi anak autis terapi ini memiliki efek pada sistem saraf dan hormonal yang dapat membantu meringankan beberapa kesulitan mereka, kata Dr. Myeong Soo Lee dari Korea Institute of Medicine Oriental di Daejeon, yang juga peneliti utama pada studi ini. Sensasi rileks saat dipijat akan mempermudah anak tertidur. Ketika tidur tubuh melakukan perbaikan menyeluruh termasuk kinerja otak, kontak mata, penguasaan kosa kata, mobilitas, sensitivasi, respon dan juga interaksi. Di samping itu dapat juga menenangkan dan mengatasi hiperaktivitas yang sering terjadi pada anak autisme. Karena sebab itulah terapi pijat dapat dikatakan sebagai salah satu alternatif efektif untuk anak autisme.
  
TELAAH ARTIKEL

Autisme dipandang sebagai gangguan perkembangan saraf disertai berbagai masalah seperti gangguan pencernaan dan kepekaan. Aspek perkembangan saraf tidak lepas dari aspek internal tubuh, seperti hormon, enzim, daya tahan tubuh dan ketahanan mental. Anak autisme di tubuhnya mengalami gangguan metabolisme, sehingga perlu terapi yang memungkinkan terjadinya optimalisasi proses sterilisasi tubuh dari penumpukan racun yang dapat meracuni sistem saraf otak. Prof. H. Hembing Wijayakusuma mengatakan  bahwa terapi pijat bagi anak autisme  efektif memperlancar peredaran darah yang berfungsi mendistribusikan oksigen, nutrisi dan mengangkut racun tubuh sehingga racun tidak mengendap dan menimbulkan penyakit. Umumnya pada anak autisme mengalami gangguan pencernaan dan buang air besarnya tidak teratur. Sehingga gizi dan vitamin dari makanan tidak dapat diserap tubuh. Kondisi tersebut berakibat terhambatnya pertumbuhan anak. Untuk memperbaiki pencernaan anak akan dipijat pada beberapa titik meridian akupuntur. Mulai dari bawah radang, punggung hingga kaki. Pijatan ini merilekskan otot dan memperlancar aliran darah ke pencernaan.
Manfaat pijatan pada daerah tertentu membuat saraf  dan otot berkontraksi sehingga meningkatkan aliran darah dan menciptakan keseimbangan tubuh. Untuk intensitas terapi, tiap anak berbeda-beda tergantung kondisi dan reaksi tubuh anak. Daerah pijatan meliputi kepala, punggung, dada, perut, leher, tengkuk, tangan, kaki, wajah, pelipis dan mulut. Tiap daerah mempunyai fungsi penyembuhan masing-masing, sehingga pemijatan harus dilakukan menyeluruh. Misalnya:
Ø Pijatan di kepala dapat merangsang sistem saraf , meningkatkan konsentrasi dan juga menenangkan.
Ø Pijatan daerah punggung dapat memperbaiki kinerja seluruh organ tubuh. Pijatan di dada akan mengangkut racun tubuh dan mengontrol metabolisme.
Ø Pijatan daerah perut dapat menghilangkan gangguan pencernaan.
Ø Di leher dapat meningkatkan kemampuan bicara dan memperlancar sirkulasi darah.

Ø Pijatan daerah tengkuk dapat memperlancar sirkulasi darah ke susunan saraf dan menenangkan.
Ø Pada tangan dapat memperbaiki kinerja paru-paru, jantung, usus, pembuangan, juga melancarkan sirkulasi daerah ke seluruh tubuh.
Ø Daerah kaki akan mengatasi hiperaktif, agresif dan merangsang sistem saraf pusat.
Ø Pijatan di wajah dapat memperbaiki kontak mata.
Ø Sedangkan di pelipis akan menurunkan ketegangan dan merangsang sistem saraf pusat.
Ø Terakhir pada mulut dapat membantu mengoptimalkan saraf  bicara.

Untuk mengetahui apakah terapi pijat bermanfaat bagi penderita autis, lee dari Korea Institute of Medicine Oriental di Daejeon dan koleganya melakukan pencarian informasi melalui berbagai literatur medis. Ada beberapa temuan menjanjikan, ujar lee. Anak-anak yang menjalani terapi pijat dan ditambah pendidikan khusus dapat meningkatkan kemampuan sosial mereka dan ketrampilan dalam menunjang kehidupan sehari-hari, seperti berpakaian dan makan sendiri. Dan mereka yang menjalani terapi pijat dan ditambah terapi bahasa memiliki kemajuan lebih besar dalam berkomunikasi dibandingkan dengan mereka yang hanya mendapatkan terapi bahasa. Namun semua studi itu memiliki kelemahan mendasar, menurut para peneliti, yaitu tak satupun dari studi itu yang melibatkan lebih dari 50 anak-anak dan penelitian itu semuanya hanya berlangsung antara satu hingga lima bulan. Dalam beberapa kasus para peneliti yang melakukan penelitian terhadap anak-anak sudah tahu mana anak-anak yang telah mendapatkan terapi pijat dan mana yang tidak, sehingga mereka lebih cenderung untuk mengamati kemajuan yang dicapai oleh anak-anak yang pernah menjalani terapi pijat.
Namun Lee menegaskan bahwa bagi orangtua yang ingin memberikan terapi pijat kepada anak-anak mereka yang autis, itu tak masalah, karena terapi pijat tidak menimbulkan risiko serius. Tapi jika tahu apakah terapi pijat benar-benar efektif bagi anak autis, menurut Lee, perlu dilakukan lebih banyak studi lagi untuk mengonfirmasikan hal ini. Guna mendukung penyembuhan autisme, penderita ditekankan melakukan diet bebas makanan tertentu, terutama yang mengandung glutein dan kasein.Kedua zat ini terdapat di buah dan sayuran tertentu, makanan yang mengandung zat pewarna atau MSG serta bahan makanan mengandung susu hewan, seperti keju, es krim, yoghurt atau margarin.



Keberhasilan terapi menyembuhkan autisme, secara umum mencapai 100%. Namun, semua bergantung kemampuan orangtua mendisiplinkan pengobatan, baik pijat maupun diet.
Selain itu, kontinuitas terapi harus rutin dilakukan sampai anak mengalami perbaikan fungsi tubuhnya. Menurut Puji Siswanto, ahli acupressure (pemijatan) dari Bogor, Jawa Barat fungsi pemijatan yang dilakukan adalah membantu peredaran darah dan merilekskan susunan saraf yang menegang karena autisme. Menurut dia, pengobatan anak autisme dengan pemijatan lebih efektif. Teknik penyembuhan anak autisme dengan menggunakan jarum (akupunktur) tidak bisa dilakukan. Hal ini disebabkan anak autisme cenderung hiperaktif dan banyak gerak dalam pengobatan. Puji juga mengingatkan tidak semua anak hiperaktif terkena autisme. "Salah satu ciri anak autisme adalah tatapan matanya kosong," ujarnya.
Peran aktif orangtua anak autisme sangat diharapkan Puji. Bahkan, Puji melibatkan secara aktif orangtua untuk melakukan pemijatan di rumah. Hal ini penting karena titik tersebut merupakan inti pengobatan dan harus dilakukan tiap hari dengan pijatan yang ringan. Oleh sebab itu, Puji yang mendapatkan keahlian memijat dari ayahnya ini, selalu memberi tahu orangtua anak tentang titik mana yang harus dipijat ringan karena tidak mungkin orangtua sang anak datang kepadanya setiap hari.Jika orangtua cukup aktif melakukan pemijatan, dalam waktu satu bulan sudah dapat dilihat perkembangan yang luar biasa.
 Kemajuan itu akan lebih baik jika didukung kondisi anak yang masih muda sehingga titik meridian akupunkturnya masih mudah dibentuk sehingga aliran darah tetap stabil.Menurut Puji, sebaiknya pengobatan anak autisme dilakukan sedini mungkin, setidaknya jangan lebih dari tiga tahun. "Jika sudah menginjak usia sekolah, pembuluh darahnya sudah mengeras sehingga sulit menormalkan," ujarnya.


KESIMPULAN
Terapi pijat sekarang dapat menjadi salah satu alternatif  penyembuhan anak autisme. Bukan hal baru lagi kalau pijat dapat membuat tubuh seseorang menjadi rileks dan segar kembali, karena pemijatan di bagian tertentu tubuh dapat menyebabkan otot-otot dan saraf berkontraksi. Sehingga aliran darah menjadi lancar dan menjaga keseimbangan tubuh. Sudah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa terapi pijat lebih efektif. Bahkan sejumlah orang tua sepertinya menaruh harapan terhadap hasil studi di Amerika baru-baru ini, yang menyebutkan terjadi peningkatan jumlah anak-anak penderita autis dari 11 persen menjadi 16 persen yang memanfaatkan terapi pijat. Terapi pijat juga dapat dilakukan sendiri oleh para orangtua di rumah, hanya saja orangtua harus benar-benar mengerti teknik memijatnya. Jadi, menurut saya terapi pijat untuk anak autisme lebih efektif dan efisien.





DAFTAR PUSTAKA



LAMPIRAN
seto | Senin, 28 Desember 2009 | Autisme
Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved. Senin, 26 April 2004
Terapi Pijat untuk Anak-Anak Autisme
Pijat menjadi alternatif pengobatan sebagian orangtua yang anaknya mengalami autisme.Selain pengobatan medis, banyak orangtua yang anak-anaknya menderita autisme menempuh pengobatan alternatif, terapi pijat.Sebenarnya, pijat bagi anak bukan barang aneh. Pijat pada bayi sangat dianjurkan karena bermanfaat merangsang sistem kerja saraf.Mengomentari hal tersebut, Prof. H. Hembing Wijayakusuma mengatakan terapi pijat anak-anak autisme efektif memperlancar peredaran darah yang berfungsi mendistribusikan oksigen, nutrisi, dan mengangkut racun tubuh sehingga racun tidak mengendap dan menimbulkan penyakit.Anak autisme di tubuhnya mengalami gangguan metabolisme, sehingga perlu terapi yang memungkinkan terjadinya optimalisasi proses sterilisasi tubuh dari penumpukan racun yang dapat meracuni sistem saraf otak.Autisme dipandang sebagai gangguan perkembangan saraf disertai berbagai masalah, seperti gangguan pencernaan juga kepekaan. Aspek perkembangan saraf tidak lepas dari aspek internal tubuh, seperti hormon, enzim, daya tahan tubuh, dan ketahanan mental. Ini membuat terapi pijat tepat dijadikan terapi pendamping anak autisme.
Manfaat Pijatan
Pijatan pada daerah tertentu membuat saraf dan otot berkontraksi sehingga meningkatkan aliran darah dan menciptakan keseimbangan tubuh. Untuk intensitas terapi, tiap anak berbeda-beda. "Bergantung kondisi dan reaksi tubuh anak," ujar pria yang banyak menerima penghargaan di bidang pengobatan ini.Sensasi rileks saat dipijat akan mempermudah anak tertidur. Ketika tidur, tubuh melakukan perbaikan menyeluruh termasuk kinerja otak, kontak mata, penguasaan kosa kata, mobilitas, sensitivasi, respons, juga interaksi. Di samping menenangkan dan mengatasai hiperaktivitas yang sering terjadi pada anak autisme.Daerah pijatan meliputi kepala, punggung, dada, perut, leher, tengkuk, tangan, kaki, wajah, pelipis, dan mulut. Tiap daerah memiliki fungsi penyembuhan masing-masing, sehingga pemijatan harus dilakukan menyeluruh.Misalnya, pijatan di kepala dapat merangsang sistem saraf, meningkatkan konsentrasi, juga menenangkan. Pijatan daerah punggung, dapat memperbaiki kinerja seluruh organ tubuh. Pijatan di dada akan mengangkut racun tubuh dan mengontrol metabolisme. Pijatan daerah perut, dapat menghilangkan gangguan pencernaan. Sedangkan di leher dapat meningkatkan kemampuan bicara dan memperlancar sirkulasi darah.Pijatan di tengkuk dapat melancarkan sirkulasi darah ke susunan saraf dan menenangkan.



Pada tangan, dapat memperbaiki kinerja paru-paru, jantung, usus, pembuangan, juga melancarkan sirkulasi darah ke seluruh tubuh.Daerah kaki, akan mengatasi hiperaktif, agresif, dan merangsang sistem saraf pusat. Pijatan di wajah dapat memperbaiki kontak mata. Sedangkan pelipis, akan menurunkan ketegangan dan merangsang sistem saraf. Terakhir, pada mulut, dapat membantu mengoptimalkan saraf bicara.Guna mendukung penyembuhan autisme, penderita ditekankan melakukan diet bebas makanan tertentu, terutama yang mengandung glutein dan kasein.Kedua zat ini terdapat di buah dan sayuran tertentu, makanan yang mengandung zat pewarna atau MSG serta bahan makanan mengandung susu hewan, seperti keju, es krim, yoghurt atau margarin. Keberhasilan terapi menyembuhkan autisme, secara umum mencapai 100 persen. Namun, semua bergantung kemampuan orangtua mendisiplinkan pengobatan, baik pijat maupun diet. Selain itu, kontinuitas terapi harus rutin dilakukan sampai anak mengalami perbaikan fungsi tubuhnya.
Balita Lebih Mudah Diobati
Puji Siswanto, ahli acupressure dari Bogor (Jabar), melakukan pengobatan terhadap anak-anak autisme dengan acupressure (pemijatan). Fungsi pemijatan yang dilakukan adalah membantu peredaran darah dan merilekskan susunan saraf menegang karena autisme.Menurut dia, pengobatan anak autisme dengan pemijatan lebih efektif. Teknik penyembuhan anak autisme dengan menggunakan jarum (akupunktur) tidak bisa dilakukan. Hal ini disebabkan anak autisme cenderung hiperaktif dan banyak gerak dalam pengobatan.Puji juga mengingatkan tidak semua anak hiperaktif terkena autisme. "Salah satu ciri anak autisme adalah tatapan matanya kosong," ujarnya.Menurut Puji, anak autisme umumnya mengalami gangguan pencernaan, sehingga buang air besarnya tidak teratur. Hal ini disebabkan sistem pencernaannya terganggu, sehingga gizi dan vitamin dari makanan tidak dapat diserap tubuh. Kondisi tersebut berakibat terhambatnya pertumbuhan anak.Teknik yang dilakukan Puji, pertama memperlancar sistem pencernaan lebih dulu. Alasannya, jika sistem pencernaan membaik, berarti gizi yang diserap dan mental anak berangsur normal, ujar pria kelahiran 7 Januari ini.
Untuk memperbaiki sistem pencernaan, anak akan dipijat pada beberapa titik meridian akupunktur, mulai dari bawah rahang, punggung hingga kaki. Pijatan ini merilekskan otot dan memperlancar aliran darah ke pencernaan.Peran aktif orangtua anak autisme sangat diharapkan Puji. Bahkan, Puji melibatkan secara aktif orangtua untuk melakukan pemijatan di rumah. Hal ini penting karena titik tersebut merupakan inti pengobatan dan harus dilakukan tiap hari dengan pijatan yang ringan.Oleh sebab itu, Puji yang mendapatkan keahlian memijat dari ayahnya ini, selalu memberi tahu orangtua anak tentang titik mana yang harus dipijat ringan karena tidak mungkin orangtua sang anak datang kepadanya setiap hari.Jika orangtua cukup aktif melakukan pemijatan, dalam waktu satu bulan sudah dapat dilihat perkembangan yang luar biasa. Kemajuan itu akan lebih baik jika didukung kondisi anak yang masih muda sehingga titik meridian akupunkturnya masih mudah dibentuk sehingga aliran darah tetap stabil.Menurut Puji, sebaiknya pengobatan anak autisme dilakukan sedini mungkin, setidaknya jangan lebih dari tiga tahun. "Jika sudah menginjak usia sekolah, pembuluh darahnya sudah mengeras sehingga sulit menormalkan," ujarnya.

Minggu, 11 November 2012

ORPED


                                                                                                                                27 AGUSTUS 2012
Oleh : Bpk.Munawir Yusuf
ORTOPEDAGOGIK UMUM

v  ORTOS : Lurus , baik , sembuh , normal
v  PAEDOS : Anak
v  AGOGOS : Pendidikan, pimpinan, bimbingan

Ø  Ortopedagogik : ilmu yang bersifat meluruskan , menyembuhkan , menormalkan anak berkelainan.
Ø  Ortopedagogik adalah ilmu yang berusaha untuk membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus agar dapat berfungsi secara normal.

"lahirnya huruf braile tidak akan mengubah kebutaan seseorang terapi mengubah alat indra yang lain agar bisa membaca".

Ortopedagogik => Special Education => Pendidikan Khusus

l  BEBERAPA ISTILAH DI INDONESIA
1.    Anak cacat
2.    Anak luar biasa
3.    Anak berkebutuhan khusus
4.    Anak berkebutuhan pendidikan khusus

l  ISTILAH ASING
1.    Exceptional
2.    Handicapped
3.    Impaired, Disable
4.    Upnormal subnormal
5.    Special need (children with special need,children whit special education need). 

u  Kalau anak cacat termasuk anak luar biasa tetapi anak luar biasa belum tentu cacat

ü Anak cacat : lebih spesifik kepada fisik
ü Anak luar biasa : lebih spesifik karena pikiran tetapi belum tentu cacat.

u  Anak berkebutuhan khusus belum tentu anak berkebutuhan pendidikan khusus.

u  Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang secara signifikan diluar rerata normal baik dari segi fisik, inderawi, mental,sosial, dan emosi sehingga mengalami hambatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Misalnya anak autis. Untuk anak autis dapat bersekolah di SLB atau disekolah inklusi.

"Pendidikan inklusi berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan terhadap akses, partisipasi dan belajar bagi semua anak,terutama bagi mereka yg secara sosial terdiskriminasi sebagai akibat kecacatan dan kelainannya".

u  Menurut UU no.20/2003 pasal 5 ayat 2,3 dan 4.
a.    Kelainan fisik
b.    Kelainan emosional
c.    Kelainan mental
d.    Kelainan intelektual
e.    Kelainan sosial
f.    Potensi kecerdasan dan bakat istimewa
g.    Warga negara didaerah terpencil
h.    Warga negara terbelakang
i.     Masyarakat adat terpencil
j.     Bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu dari segi ekonomi.